Pandangan Pernikahan "Berbeda Agama" dalam Islam


Pernikahan adalah sesuatu yang diajurkan dalam islam. Hukum menikah adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah adalah pelengkap agama dan merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah juga memiliki banyak keutamaan dalam islam. Selain untuk menghasilkan keturunan, menikah juga menghindarkan diri dari perbuatan maksiat serta membuat hati terasa lebih tentram.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-quran yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum: 21).
Karena menikah adalah sesuatu yang sakral maka tentu tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Terlebih lagi bagi umat muslim, pernikahan haruslah memenuhi kaidah dan syariat agama. Secara umum terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencari jodoh. Diantaranya yaitu agama, nasab, harta dan paras wajah.
Nah, yang jadi pernyataan bagaimana dengan pernikahan beda agama? Kira-kira bolehkah perempuan islam menikah dengan pria non muslim, ataupun sebaliknya? Berikut ulasan lengkapnya!

Pandangan Islam tentang Nikah Beda Agama
Hukum pernikahan beda agama dalam islam termasuk masalah khilafiyah yang diperdebatkan. Namun demikian, mayoritas ulama dan MUI memutuskan bahwa pernikahan beda agama dalam islam adalah haram (tidak diperbolehkan).

Haram
Mayoritas ulama dari 4 mahzhab, MUI, NU, Muhammadiyah dan lainnya telah bersepakat bahwa menikahi pria atau wanita non muslim hukumnya haram. Pernyataan ini didasari oleh dalil-dalil Al-Quran surat Al-baqarah ayat 221 dan Al-Mumtahanah ayat 10 yang menjelaskan bahwa orang-orang mukmin dilarang menikahi wanita musyrik. Menikah dengan orang kafir tidak dihalalkan dalam islam.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya [perintah-perintah-Nya] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS Al-Baqarah: 221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)

A. Pendapat Nadhatul Ulama (NU)

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada bulan November 1989, ulama Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan fatwa bahawa pernikahan beda agama di Indonesia hukumnya haram atau tidak sah.

B. Pendapat Ulama Muhammadiyah

Dalam sidang Muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di Malang, para ulama Muhammadiyah telah menetapkan keputusan bahwa pernikahan beda agama hukumnya tidak sah. Laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik (Hindu, Budha, Konghuchu atau agama selain islam lainnya). Begitupun dengan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani) hukumnya juga haram.

Menurut ulama Muhammadiyah, wanita ahlul kitab di jaman sekarang berbeda dengan jaman nabi dahulu. Selain itu menikahi wanita beda agama juga mempersulit membentuk keluarga sakinah yang sesuai syariat islam.

Baca juga:

Tanda Jodoh Sudah Dekat Menurut Islam
Membangun Rumah Tangga Dalam Islam
Indahnya Menikah Tanpa Pacaran
Diperbolehkan (antara makruh dan mubah)
Pendapat dari ulama yang kedua tentang hukum pernikahan beda agama antara makruh dan mubah. Pernyataan mereka didasari oleh surat Al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan bahwa menikahi wanita ahlul kitab dihalalkan untuk seorang mukmin. Namun dengan syarat,

wanita ahlul kitab tersebut tidak pernah melakukan perbuatan maksiat, seperti zina dan sejenisnya
Hanya laki-laki muslim yang boleh menikahi wanita ahlul kitab, sedangkan wanita muslim tidak boleh menikahi laki-laki beda agama.
Mengapa demikian? Sebab posisi wanita dalam keluarga adalah menjadi makmum. Belum tentu bisa membimbing suaminya. Jadi jika suaminya non muslim maka bisa berisiko merusak pondasi keimanan rumah tangga.

 “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al-Maidah: 5)

Diperbolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab dikarenakan adanya pendapat yang mengatakan bahwa waniat ahlul kitab berbeda dari wanita musyrik. Namun demikian dalam surat Al-bayyinah Allah Ta’ala menjelaskan bahwa ahli kitab dan orang-orang musyrik termasuk orang kafir.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”  (QS. Al-Bayyinah: 6)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Selalu Dekat dengan Allah Swt.

TAAT ATURAN, KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN, DAN ETOS KERJA

BERPIKIR KRITIS DAN BERSIKAP DEMOKRATIS