Meniti Hidup dengan Kemuliaan


Meniti Hidup dengan Kemuliaan

Hidup mulia atau mati syahid! Sebuah ungkapan yang bermakna ajakan untuk hidup secara mulia atau mati secara syahid. Jika direnungkan, ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Hidup mulia adalah dambaan setiap manusia ketika hidup di dunia. Mati syahid adalah salah satu cara mendapatkan anugerah Allah Swt. kelak di akhirat, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Jadi, hidup mulia dan mati syahid adalah ungkapan yang selalu memotivasi orang yang beriman agar selalu berada di jalan Allah Swt. Agar lebih jelas memahami ungkapan tersebut, cermatilah pengalaman hidup Nabi Yusuf as. berikut!
Ketika usianya masih sangat belia, ia dicemplungkan dengan sengaja ke sebuah perigi oleh saudara-saudaranya sendiri. Ia memang selamat setelah ditemukan oleh serombongan kafilah. Namun, mereka membawa Yusuf kecil ke Mesir dan menjualnya sebagai hamba sahaya. Untuk beberapa lama ia pun hidup sebagai pembantu di rumah seorang pejabat Mesir.
Sejalan dengan usianya yang tumbuh dewasa, ujian pun mendatanginya. Istri si pejabat bersiasat merayu dan menggoda Si Tampan Yusuf. Inilah ujian yang amat berat karena justru Yusuf-lah yang kemudian menjadi tertuduh melakukan perbuatan mesum kepada majikannya. Kata Yusuf, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku...” (Q.S. Yusuf/12:33). Seperti yang kalian ketahui, Nabi Yusuf as. pun akhirnya memang dipenjara. Inilah episode memilukan dari kehidupan manusia.

Apa yang selanjutnya terjadi terhadap Nabi Yusuf as., apakah ia terpuruk dan tenggelam dalam kesengsaraan? Tidak! Tetapi lihatlah, penjara justru menjadi batu ujian terhadap kenabian Yusuf as. Dan yang lebih membahagiakannya adalah melalui episode itu, Allah Swt. mempertemukan kembali Yusuf dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Catatlah tiga istilah kunci ini: pengendalian diri, prasangka baik, persaudaraan! Nabi Yusuf as. adalah sosok terpuji karena kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak memenuhi nafsu setan istri seorang pejabat Mesir. Lagi, ia pun berhasil mengendalikan diri untuk tidak secara semena-mena menuntut balas atas saudara-saudaranya yang telah berbuat keji tehadap dirinya. Padahal, kalau mau, sebagai pejabat tinggi pasti sangat mudah baginya menuntut balas. Di saat-saat ia menanggung cobaan berat dengan dibuang ke perigi, dilelang sebagai hamba sahaya, dan dipenjara karena dituduh memerkosa, tidaklah pernah ia berprasangka buruk kepada Allah Swt. atas takdir yang menimpanya. Ia pun tidak menaruh prasangka buruk terhadap saudara-saudaranya yang keji. Justru Nabi Yusuf as. memilih untuk menghimpun mereka dalam keutuhan keluarga yang penuh persaudaraan.
1. Pengendalian diri (mujahadah an-nafs) adalah perilaku upaya untuk tetap berada dalam setiap kebaikan dan terhindar dari sifat-sifat yang dapat membianasakan dirinya, orang lain, maupun lingkungan
2. Berbaik sangka (husnuzzan) adalah sifat dimana orang lain dipandang sebagai sesusatu yang baik dan harus diperlakukan dengan baik, ekcuali jika diketahui dengan fakta bahwa orang tersebut harus diwaspadai dan diperingati
3. Persaudaraan (ukhuwwah) dalam islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah SWT.)
4. Dalam Q.S al-Anfal/8:72 dijelaskan bahwa perintah berhijrah setelah hijrahnya Rasulullah saw. dan kaum muslimin ke Kota Madinah dan Kota Mekah adalah berhijrah dari keburukan menuju kepada kebaikan, berjidahad dari kemelaratan menuju kepada kesejahteraan, berhijrah dari kebodohan menuju gilang-gemilang, dan sebagainya.
5. Dalam Q.S al-Hujurat/49:10 kita diperintahkan Allah SWT. Agar senantiasa menajaga dan menciptakan perdamaian, memberikan nasihat kebaikan, dan mendamaikan perselisihan saudara dengan sadara yang lain.
6.  Dalam Q.S al-Hujurat/49:12 dijelaskan perintah agar berprasangka baik (Husnuzzan) kepada setiap orang, kitapun diperintahkan menghindari dan menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada sesama saudara kita, karena berburuk sangka akan merusak keimanan dan merusak persaudaraan
7. Contoh perilaku pengendalian diri (mujahadah an-nafs) yaitu bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kita.
8. Contoh perilaku berbaik sangka (husnuzzan) yaitu menerima an menghargai pendapat teman/orang lain meskipun pendapat tersebut berlawanan dengan keinginan kita
9. Contoh perilaku persaudaraan (ukhuwwah) yaitu bergaul dengan orang lain dengan tidak memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Selalu Dekat dengan Allah Swt.

TAAT ATURAN, KOMPETITIF DALAM KEBAIKAN, DAN ETOS KERJA

BERPIKIR KRITIS DAN BERSIKAP DEMOKRATIS